Indonesia, sebagai negara dengan luas hutan tropis terbesar ketiga di dunia, menghadapi tantangan serius terkait penggunaan dan pembukaan lahan hutan. Isu ini menjadi perhatian utama, baik dari perspektif lingkungan, sosial, dan ekonomi. Saya merasa penting untuk menyampaikan keresahan saya terkait masalah ini. Mengingat dampak jangka panjang yang dapat merugikan kelestarian alam dan keberlanjutan pertanian itu sendiri. Berita di situs Mongabay mengingatkan bahayanya membuka lahan hutan yang mencapai 20 Ha.
Penggunaan dan pembukaan lahan hutan di Indonesia sering kali berkaitan dengan perluasan lahan untuk perkebunan komoditas ekspor seperti kelapa sawit, karet, dan juga penggembalaan ternak. Praktik ini semakin meluas seiring dengan meningkatnya kebutuhan pasar dan permintaan produk-produk ini di dunia internasional. Selain itu, pembukaan lahan juga terkait dengan konversi hutan untuk pembangunan infrastruktur dan permukiman. Meskipun memiliki manfaat ekonomi jangka pendek, kegiatan ini menimbulkan dampak negatif yang sangat besar bagi ekosistem dan kehidupan sosial.
Hutan Bukan Kepentingan Ekonomi
Dari sudut pandang ilmu pertanian, ada beberapa teori yang relevan dengan dampak pembukaan lahan hutan ini. Salah satunya adalah teori ketahanan pangan yang menekankan pentingnya keberlanjutan dalam produksi pertanian. Pembukaan lahan hutan untuk pertanian monokultur (seperti kelapa sawit) bisa merusak keseimbangan alam dan mengurangi keragaman hayati yang penting untuk ketahanan pangan. Tanpa keberagaman dalam sistem pertanian, kerentanannya terhadap hama, penyakit, dan perubahan iklim menjadi lebih besar.
Sementara itu, teori sustainability forestry menekankan bahwa hutan harus dikelola dengan bijaksana, tidak hanya untuk kepentingan ekonomi, tetapi juga untuk menjaga keberlanjutan fungsi ekosistem hutan itu sendiri. Hutan memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan iklim, menyerap karbon dioksida, serta menyediakan habitat bagi berbagai spesies flora dan fauna. Penggunaan lahan yang tidak bijaksana berpotensi mengancam keberlanjutan hutan yang tidak hanya berdampak pada keanekaragaman hayati. Tetapi juga dapat menyebabkan kerusakan pada sumber daya air dan tanah yang pada gilirannya mempengaruhi sektor pertanian.
Baca juga: Menguak Keterasingan dan Absurditas Manusia dalam Gaya Hidup Masa Kini
Jika berkaca kepada Indonesia sebagai negara kepulauan dan paru-paru dunia, salah satu dampak terbesar dari pembukaan lahan hutan adalah hilangnya keanekaragaman hayati. Hutan tropis Indonesia adalah rumah bagi berbagai spesies langka, baik flora maupun fauna. Pembukaan hutan untuk perkebunan dan pertanian menyebabkan terjadinya fragmentasi habitat yang mengancam keberlangsungan hidup spesies tersebut. Jika tidak segera dihentikan, ini bisa menyebabkan punahnya spesies-spesies penting.
Ancaman Hilangnya Hutan Tropis
Belum lagi jika berbicara tentang fungsi hutan tropis sebagai penyerap karbon yang sangat efektif. Ketika lahan hutan dibuka, karbon yang terperangkap dalam pohon dan tanah akan dilepaskan ke atmosfer, berkontribusi pada perubahan iklim global. Selain itu, pembukaan lahan juga menyebabkan degradasi tanah, erosi, dan menurunnya kualitas air yang akhirnya memengaruhi kualitas hidup masyarakat sekitar dan sektor pertanian yang bergantung pada sumber daya alam tersebut.
Apalagi ketika membaca berita tentang deforestasi Indonesia dengan predikat terburuk kedua dunia yang membakar hutan. Sungguh sangat mengenaskan. Praktik pembakaran lahan untuk membuka hutan, yang sering dilakukan untuk menghemat biaya, menghasilkan polusi udara yang sangat tinggi, seperti yang terjadi pada musim kebakaran hutan di Indonesia. Asap yang dihasilkan tidak hanya berdampak pada kualitas udara. Tetapi juga mengganggu kesehatan masyarakat, mengurangi jarak pandang, serta menyebabkan kerugian ekonomi yang besar.
Pembukaan hutan untuk lahan pertanian monokultur sering kali mengarah pada penurunan produktivitas pertanian dalam jangka panjang. Tanpa sistem pertanian yang berbasis pada keberagaman tanaman dan pengelolaan tanah yang baik, tanah menjadi rentan terhadap erosi dan degradasi. Hal ini mengancam ketahanan pangan di masa depan, padahal kita tahu bahwa sektor pertanian sangat bergantung pada kualitas tanah yang subur.
Masalah Kompleks tapi Jangan Acuh
Alangkah lebih baik agar kita berpikir lebih jauh tentang keberlanjutan dalam praktek pertanian dan kehutanan. Pengelolaan hutan berkelanjutan (sustainable forest management) haruslah dapat mengedepankan prinsip kehutanan berkelanjutan, di mana hutan dikelola untuk kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan secara bersamaan. Hal ini termasuk mengurangi deforestasi dan menerapkan reboisasi serta rehabilitasi lahan yang rusak.
Baca juga: Berdaulat Atas Diri Manusia, Kehidupan Masa Muda, dan Berbangsa
Selain itu, pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) juga mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan, seperti agroforestry, yang mengintegrasikan tanaman pangan dengan pohon di lahan yang sama. Ini dapat membantu menjaga keseimbangan ekosistem sambil tetap mempertahankan produktivitas pertanian. Di sisi lain, pemerintah harus lebih tegas dalam menegakkan hukum terkait pembukaan lahan ilegal dan kebakaran hutan. Selain itu, kebijakan yang mendorong penggunaan lahan secara efisien dan berkelanjutan perlu diperkuat. Supaya tidak terkesan anti pemerintah, pemberian edukasi kepada petani dan masyarakat tentang pentingnya keberagaman hayati dan dampak buruk dari praktik pembukaan hutan secara tidak terkontrol sangat penting untuk perubahan paradigma dalam cara mereka bertani.
Masalah penggunaan dan pembukaan lahan hutan di Indonesia memang sangat kompleks, dengan dampak negatif yang luas terhadap lingkungan dan sektor pertanian. Sebagai (jebolan) mahasiswa pertanian, saya merasa penting menyuarakan perlunya pendekatan yang lebih bijaksana dan berkelanjutan dalam pengelolaan sumber daya alam. Dengan penerapan prinsip-prinsip pertanian dan kehutanan yang berkelanjutan, kita dapat menjaga keseimbangan alam, mendukung ketahanan pangan, serta melindungi keanekaragaman hayati untuk generasi mendatang. (Editor: AR)
Leave a Reply