Perempuan Tidak (hanya) Bercerita, tapi Bersiap Bebaskan Al-Aqsa

Perempuan sering kali dikaitkan dengan dirinya yang senang bercerita, bahkan terdapat penelitian  dari University of Arizona yang menyatakan bahwa perempuan harus menumpahkan setidaknya 3000 kata dalam sehari. Apa kiranya yang perempuan ceritakan dalam sehari? Atas dasar inilah muncul kalimat “perempuan tidak (hanya) bercerita”. Sehingga 3000 kata dalam sehari itu tetap bernilai kebaikan dan kemaslahatan. Salah satunya lewat bicara untuk membebaskan Al-Aqsa.

Aisyiyah Turki dan Aisyiyah Pakistan berkolaborasi menutup hari terkakhir Ramadan (29 Ramadan) tahun ini dengan webinar perihal Al-Aqsa. Sebuah topik pembahasan yang sebenarnya bukanlah hal baru, tapi perjuangannya masih berlanjut hingga hari ini. Karena sejatinya, apa yang terjadi di Palestina adalah bentuk penjajahan yang nyata dan terstruktur. Maka, sudah sudah selayaknyalah setiap Muslimah (khususnya) memahami permasalahan ini baik dari segi sejarah, politik, geopolitik, agama, ekonomi, dan setiap lini yang lain. Sebab perempuan harus ambil peran, salah satunya lewat mendidik diri sendiri, keluarganya, dan sekitar.

Bersiap dalam membebaskan Al-Aqsa dalam hal mendidik diri sendiri bagi Muslimah sebagai pilar peradaban dalam mempertahankan nilai-nilai moral. Muslimah tidak menjadikan TikTok atau media sosial lainnya sebagai patokan referensi dan standar hidup. Membangun karakter yang kuat seperti akar yang menghujam ke tanah tidak dilalui dengan cara instan, melainkan lewat proses bertumbuh yang panjang. Di tambah lagi, para pembebas Al-Aqsa bukanlah pribadi yang dibentuk atas standar media sosial.

Perempuan yang mengambil peran lebih luas setelah selesai dengan dirinya sendiri akan lebih dan semakin dibutuhkan. Perempuan dengan fitrah kelembutan dan emosionalnya, seringkali menjadi jembatan perdamaian dan stabilitas dalam masyarakat. Khususnya dalam hal politik dan sosial, perempuan mampu melihat hal yang lebih inklusif dan solutif dalam menyelesaikan konflik. Maka, memilih diam dan bungkam atas penjajahan yang terjadi di Palestina adalah bentuk lain dari pengkhianatan.

Sebagai penutup, narasi-narasi dalam membebaskan Al-Aqsa harus terus digaungkan. Selama Al-Aqsa belum merdeka, maka teruslah bersuara, bergerak, dan berdoa lewat ruang-ruang yang kita miliki dan latar belakang yang kita geluti. (AR)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *