Perempuan & Autisme: Menembus Batas, Membangun Peradaban

Barangkali kamu tidak akan memikirkan sesuatu yang menakjubkan begitu mendengar kata “autisme”, terlebih jika dipadukan dengan kata “perempuan”. Sebab, bagaimana mungkin perempuan autistik bisa membuat perubahan yang besar, kalau menjalani keseharian saja susah, barangkali begitulah pemikiranmu.

Namun, bagaimana jadinya jika kubilang kalau itu tidaklah mustahil terjadi? Bahwa perempuan autistik bisa membawa perubahan bagi dunia, bahkan membangun peradaban? Melebihi apa yang kita pikirkan tentang mereka?

Mungkin kamu enggan mempercayai ucapanku ini, dan tetap bersikukuh bahwa itu adalah hal yang mustahil. Sebab, seingatmu pun, autisme adalah disabilitas perkembangan saraf yang membuat individunya kesulitan dalam menjalani hidup. Sehingga, mustahil mereka bisa membuat perubahan yang besar, kalau kita yang tidak autistik saja kesulitan mewujudkannya.

Tidak, tidak salah jika kamu memiliki pemikiran seperti itu. Andai boleh jujur, aku pun memiliki pemikiran yang sama denganmu begitu melihat perempuan autistik di hadapanku. Pikirku, bagaimana caranya mereka membuat perubahan bila kondisi fisik dan mentalnya saja tidak sempurna?

Namun, pandanganku ini berubah sejak bertemu dengan seorang perempuan autistik yang luar biasa. Menurutku, apa yang dilakukannya ini benar-benar membawa perubahan, bahkan sampai di taraf membangun peradaban. Sungguh luar biasa sekali apa yang dilakukan olehnya.

Autisme & Membangun Peradaban

Fairuz Nurul Izzah (23), namanya. Perempuan autistik yang biasa dipanggil Fai ini merupakan lulusan penerjemahan dari Universitas Terbuka (UT). Ia pernah bercerita kepadaku soal kisahnya mengikuti sebuah program magang yang menurutku cukup mengesankan, karena membuktikan kepada dunia bahwa perempuan autistik juga bisa membangun peradaban.

Ceritanya, Fai ditugaskan oleh perusahaan tempatnya menjalani program magang untuk mendampingi guru-guru mengajari murid-murid autistik berbagai hal, seperti misal mengajari tentang cara berinteraksi dengan teman non-disabilitas. “Menurutku, bisa membantu individu autistik mempelajari berbagai hal sudah termasuk membangun peradaban” kata Fai.

Baca Juga:

Luar biasa sekali bukan sosok Fai ini? Ia berani membangun peradaban yang berorientasi pada kepentingan anak-anak autistik meskipun dirinya sendiri juga terhambat oleh kondisi autismenya! Sungguh menakjubkan sekali keberaniannya ini, mengingat menjadi perempuan autistik rasanya tidak mudah, apalagi yang diajarinya adalah anak-anak autistik. Pengorbanan yang luar biasa untuk membangun peradaban yang ramah autistik.

Padahal, seperti sudah kukatakan tadi, autisme menghambat individunya dalam berkegiatan. Tanpa bermaksud merendahkan, tetapi memang benar bahwa autisme membuat individunya kesulitan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, sudah sewajarnya jika membangun peradaban yang ramah autistik menjadi pekerjaan rumah yang sulit.

Apalagi kalau sudah membahas soal mengikuti pembelajaran seperti setiap anak-anak autistik memiliki tantangannya masing-masing dalam mengikuti pembelajaran. Yang membuat mereka tidak bisa diajari dengan pendekatan yang sama dengan anak-anak non-disabilitas. Sungguh, sebuah tantangan tersendiri dalam mengajari mereka.

Bisa dibayangkan seperti apa perjuangan Fai selama mengikuti program magang ini. Ia mau tidak mau harus terus memikirkan ulang cara memberikan pembelajaran terbaik kepada masing-masing anak autistik. Di samping ia sendiri pun pasti memiliki hambatan tersendiri dalam menyerap materi pelajaran yang akan disampaikan kepada murid-murid anak autistik.

Dia pun bercerita kepada saya bahwa ia pernah melakukan kesalahan yang cukup fatal ketika mengajari murid-murid autistik. Bukannya mengerti, mereka malah jadi tambah bingung karena penjelasan yang ia berikan. Namun, itu tidak membuat Fai menyerah. Ia terus meramu cara agar murid-murid autistiknya bisa paham dengan penjelasan yang ia berikan. Ini membuktikan kesungguhannya dalam membangun peradaban yang ramah autistik.

Hasilnya? Fai menemukan suatu pendekatan yang mampu membantunya berkontribusi pada peradaban. Dengan metode pembelajaran baru tersebut, murid-murid autistik bisa belajar dengan nyaman. Sehingga output pembelajarannya pun bisa maksimal. Dengan memberikan kuis, mengadakan role play, dan semacamnya, murid-murid autistik seribu langkah lebih maju dalam memahami pembelajaran yang diberikan. Sungguh gebrakan yang luar biasa, di saat banyak sekolah atau bahkan pengajar autisme yang berkutat dengan metode pembelajaran yang kurang efektif terhadap murid-murid autistik.

“Aku harap apa yang aku lakukan sebagai asisten pengajar bisa membantu murid-murid autistik mendapatkan tempat di masyarakat kita. Supaya mereka mendapat pekerjaan, supaya mereka berdaya,” pungkas Fai, sambil meyakini kalau apa yang dilakukannya bisa membantu membangun peradaban yang ramah autistik.

CATATAN: Karya ini termasuk dalam 10 terbaik dari Lomba Menulis Artikel Populer Narasi Nara Tahun 2023

(Editor: Moh Andy Iqbal)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *