Odd Pricing: Harga Aneh yang Memikat Hati untuk Membeli

Ketika sedang berbelanja,kita semua pasti sering menemui produk dengan harga yang angka belakangnya rumit misalnya Rp12.788. Ketika bertemu dengan produk dengan harga seperti itu, kita akan menyebutnya dengan harga 12 ribuan. Apabila harga normal dari produk tersebut adalah Rp 13.500, kita akan berasumsi bahwa produk tersebut lebih murah dari harga aslinya atau sedang diskon. Kemudian tanpa pikir panjang, kita akan langsung memasukan produk tersebut ke keranjang belanja karena labelnya yang menunjukkan harga ‘12 ribuan’ tersebut. Siapa sih manusia di bumi ini yang tidak suka dengan diskon? Karena kita bukan anak sultan, maka dari itu kita pasti sangat menyukai diskon. Harga 12 ribuan tersebut adalah salah satu strategi marketing yang bernama odd pricing.

Apa sih odd pricing itu?

Odd pricing atau disebut juga harga ganjil adalah strategi marketing dengan menetapkan harga yang ganjil dan rumit di angka belakang harga. Harga ganjil tersebut dibuat sedikit di bawah harga normalnya untuk membuat konsumen berasumsi bahwa harga tersebut lebih murah daripada harga normal. Odd pricing secara psikologis mempengaruhi pelanggan untuk membeli produk tersebut karena dirasa lebih murah. Odd pricing juga dapat digunakan untuk membangun image harga murah. Dengan image harga murah tersebut, produk akan lebih dipilih konsumen karena konsumen cenderung memilih alternatif harga murah. Hal tersebutlah yang membuat penjual menerapkan odd pricing untuk merebut pasar dan memaksimalkan keuntungan. Karena dengan image murah tadi, produk akan menjadi pilihan konsumen sehingga penjual dengan odd pricing dapat menguasai pasar.

Hubungan odd pricing dan purchase intention

Purchase intention atau minat beli merupakan tahapan konsumen dalam melakukan pengevaluaisan terhadap informasi yang diterima. Minat beli merupakan perilaku konsumen yang muncul sebagai respon terhadap objek yang menunjukan keinginan pembeli atau pelanggan untuk melakukan pembelian. Minat membeli biasanya akan muncul ketika kita melihat produk yang sudah lama kita incar hadir dengan harga yang lebih murah. Lalu apa hubungan odd pricing dan purchase intention?

Ketika sedang berbelanja kita melihat produk yang serupa dengan harga Rp 5.000 dan Rp 4.250, kita pasti akan memasukan produk dengan harga Rp 4.250 ke keranjang. Kenapa begitu? Karena kita menganggap salah satu produk tersebut lebih murah dari yang satunya. Sehingga minat beli kita terdorong untuk membeli produk dengan harga murah tersebut sekalipun produk tersebut tidak terlalu dibutuhkan. Kita cenderung akan terkecoh untuk membeli salah satu produk yang lebih murah apabila dihadapkan dengan dua produk serupa tetapi berbeda harga. Dengan begitu, odd pricing dapat meningkatkan purchase intention atau minat beli kita.

Apakah odd pricing merugikan konsumen?

Sekali lagi, odd pricing adalah harga ganjil yang dibuat untuk mempengaruhi psikologis konsumen agar berasumsi bahwa produk yang ditawarkan lebih murah dari harga normalnya. Dengan membeli produk yang lebih murah, konsumen tentu merasa diuntungkan. Tetapi karena harga ganjil tersebut sering juga membuat konsumen membayar dengan harga genap karena tidak adanya kembalian sehingga harga yang dibayarkan konsumen sama saja dengan harga normalnya. Maka, toko-toko yang di dalamnya terdapat produk dengan odd pricing harus menyediakan pecahan Rp100 sampai Rp500 untuk kembalian. Selain itu, ketika konsumen menyadari bahwa harga ganjil yang ditawarkan tadi tidak jauh berbeda dari harga normalnya, mereka mungkin saja merasa tertipu dan dirugikan. Namun tetap saja, dengan harga ganjil ini konsumen mendapat produk dengan harga yang lebih murah. Jadi tidak bisa dikatakan bahwa odd pricing ini merugikan konsumen.

Baca juga: Decoy Pricing: Si Pemanipulasi Harga

Bagaimana agar tidak terkecoh dengan odd pricing?

Meskipun harga dengan odd pricing sering sekali mengecoh kita untuk membeli produk, tetap saja ada cara untuk menghindari kecohan tersebut. Salah satunya adalah dengan memikirkan baik-baik produk apa yang benar-benar kita butuhkan atau kata lainnya adalah memasang skala prioritas. Dengan memasang prioritas, kita akan memilah produk mana yang harus dan tidak harus kita beli. Sekalipun produk dengan odd pricing memikat hati dan seolah melambaikan tangannya untuk membuat kita datang menjemputnya kemudian memasukannya ke keranjang. Apabila kita sudah paham bahwa produk tersebut bukan prioritas dan tidak kita perlukan maka kita akan memilih untuk tidak membelinya.

Baca juga: Agar Self-Reward Tak Berujung Pemborosan

Desta Vivi Anjani
Mahasiswa Perbankan Syariah UAD

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *