Istilah mindful spending akhir-akhir ini memang sudah tidak asing lagi. Lebih-lebih di masa pandemi, tidak hanya kegiatan sekolah dan perkantoran yang melakukan daring. Kegiatan berbelanja pun jadi kalap dan marak menggunakan e-commerce kesayangan masing-masing. Jadi, tidak heran kalau gratis ongkos kirim, cash back, dan diskon besaran-besaran sangat menjamur dan sering terjadi belakangan ini. Bahkan tidak perlu menunggu Harbolnas (Hari Belanja Online Nasional) lagi untuk meraup diskon sebanyak mungkin.
Kejadian ini mendorong fenomena baru dalam dunia konsumsi konsumen, yaitu kalap berbelanja. Dalihnya, “mumpung lagi diskon, takut nanti nyesal kalau ngga beli.” Hal ini belum ditambah fitur pay later di beberapa e-commerce yang semakin mendorong rasa belanja setiap penggunanya. Hingga tak sadarkan diri bahwa fenomena seperti ini mengarah pada gangguan mental yang disebut compulsive buying disorder.
Bahaya Kalau Suka Kalap
Compulsive buying disorder adalah perilaku kompulsif yang mengacu pada pengulangan berkelanjutan dari suatu perilaku terlepas dari konsekuensi yang merugikan, serta didorong obsesi pada suatu barang belanjaan. Belanja kompulsif ditandai oleh keasyikan berlebih atau kontrol impuls yang buruk dengan berbelanja. Compulsive buying disorder ditandai dengan keasyikan berlebih yang buruk padahal menimbulkan konsekuensi berupa masalah keuangan, bahkan dapat merembet ke konflik rumah tangga.
Kalau seseorang sibuk berbelanja barang-barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan, menghabiskan banyak waktu untuk scrolling e-commerce seraya melihat barang-barang yang didambakan lalu mamasukkannya ke dalam keranjang dan check-out barang-barang yang tidak dibutuhkan, sulit menolak pembelian barang yang tidak dibutuhkan, kesulitan mengatur keuangan karena belanja yang ngga terkendali, hingga memiliki masalah di tempat kerja, sekolah, atau di rumah karena belanja yang tidak terkontrol. Maka dapat dipastikan, seseorang itu mengidap compulsive buying disorder.
Orang-orang dengan compulsive buying disorder cenderung merasa kecewa pada dirinya sendiri karena kurangnya kontrol atas perilaku mereka. Bahkan pada beberapa kasus, pengidap compulsive buying disorder berujung pada depresi. Barang-barang yang dibeli berawal dari barang yang bersifat umum, hingga barang-barang yang berkedok hobi atau self-reward. Kebanyakan dari mereka kurang suka berbelanja dengan orang lain karena malu, sehingga berbelanja sendiri atau daring adalah jalannya.
Misal, awalnya hanya membeli kaos kaki lucu atau mengoleksi tas beragam model, lama kelamaan perasaan ingin membeli barang lainnya tidak terasa semakin membuncah seiring dengan pendapatan dan pengeluaran yang juga makin tidak terkontrol. Terlebih, mereka yang sudah merdeka keuangan cenderung lebih rentan terhadap compulsive buying disorder. Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk mencegah atau mengobati compulsive buying disorder adalah dengan mindful spending.
Mengenal Mindful Spending
Istilah mindful itu sendiri sudah cukup popular dalam isu-isu kesehatan mental. Mindful spending adalah mengeluarkan uang dengan penuh kesadaran. Sehingga membantu seseorang merasa lebih terkendali dan percaya diri dalam mengelola keuangannya. Mindful spending menjadi salah satu praktek terbaik dalam teori konsumsi, yaitu membeli yang dibutuhkan, bukan yang diinginkan.
Mindful spending adalah tentang mengenal diri sendiri dan apa yang benar-benar diinginkan dalam hidup, kemudian menerapkan pemahaman ini pada keputusan ketika berbelanja atau pembelian. Agar tidak merasa bersalah karena membeli barang-barang yang sebenarnya tidak butuh-butuh banget.
Kiat Mindful Spending Agar Tidak Kalap Berbelanja
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menerapkan mindful spending:
- Tetapkan terlebih dahulu apa tujuan berbelanja sebelum membeli barang. Sesuaikan dengan budget dan gaya hidup.
- Bayangkan tujuan akhir saat membuat keputusan. Apakah telah membelanjakan uang sesuai dengan versi terbaikmu?
- Hubungkan ke masa depan keuanganmu (termasuk target-target di masa depan, seperti memiliki rumah atau mobil sendiri).
- Membuat penghalang dalam memutus siklus pengeluaran. Seperti menunggu 48 jam antara melihat suatu barang yang dinginkan dan membelinya. Memberi waktu untuk berpikir apakah barang ini betul-betul dibutuhkan dan mempunyai nilai jangka panjang.
- Akan lebih bagus jika membuat laporan pencatatan keuangan pribadi melalui aplikasi budgeting di smart phone. Sehingga mengetahui dengan pasti dari mana masuk dan keluarnya uang.
Manfaat dari mindful spending tidak hanya menggunakan hati dalam berbelanja, namun juga mampu meningkatkan kepercayaan diri dalam berbelanja, mengurangi kemungkinan penyesalan setelah membeli suatu barang, mengurangi stres dalam pengambilan keputusan, dan menciptakan kehidupan yang penuh cinta dan kebijaksanaan.
***
Mindful spending bukanlah hal yang dapat dipraktekkan dalam waktu sehari atau dua hari, sebulan atau tiga bulan, namun membutuhkan proses. Terimalah bahwa mindful spending adalah sebuah perjalanan dalam membentuk kebiasaan yang baik. Namun, proses dalam menjadikan minful spending mampu mengantarkan seseorang pada pribadi yang lebih baik.
“Building a good habit to create great characteristic is a journey. Fascinating thing takes time.”
*artikel ini sudah pernah dipublikasikan di rahma.id dengan judul yang sama
Leave a Reply