Menilik Pekerja Imigran yang Tewas dalam Pembangunan Proyek Piala Dunia di Qatar

Piala Dunia merupakan salah satu acara terbesar dalam kalender sepak bola dunia yang diselenggarakan oleh FIFA dalam jangka waktu 4 tahun sekali. Tidak dapat dipungkiri, tuan rumah yang ditunjuk dalam acara terbesar ini merombak, merenovasi, dan membangun fasilitas penunjang acara tersebut. Proyek pembangunan besar-besaran pun dilakukan seperti proyek pembangunan stadion, hotel, bandara, perluasan jalan raya, hingga perbaikan tempat-tempat wisata bagi pengunjung.

Dalam pemilihannya, Qatar ditunjuk sebagai tuan rumah Piala Dunia oleh FIFA yang diselenggarakan pada tanggal 20 November 2022 hingga tanggal 18 Desember 2022. Terpilihnya Qatar sebagai tuan rumah saat 2010 banyak mengundang perhatian dunia khususnya pecinta sepak bola. Pasalnya, banyak pihak yang pro dan kontra terkait keputusan tersebut.

Qatar sebagai tuan rumah banyak mendapatkan kritik pedas dari orang-orang di dunia maya, komentar-komentar pedas mulai muncul dari pecinta sepak bola. Mereka mengatakan bahwa seharusnya bukan Qatar yang menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022. Menurut mereka ada negara lain yang lebih cocok seperti negara-negara di Afrika atau Amerika Latin. Ada pun dugaan bahwa Qatar yang menyuap Federation Internationale de Football Association (FIFA) sebagai penyelenggara Piala Dunia, agar dapat menjadi tuan rumah. Sehingga  tim nasional sepak bolanya turut  dapat serta dalam pertandingan tersebut tanpa melalui babak kualifikasi atau dapat dibilang “jalur cepat”. Sudah menjadi rahasia umum bahwa tim tuan rumah akan mendapat keuntungan karena akan secara otomatis tampil di Piala Dunia tanpa melalui tahap kualifikasi.

Setahun sebelum agenda akbar ini dimulai (2021), masyarakat dunia digemparkan dengan kabar bahwa banyak pekerja migran yang meninggal. Pekerja migran tersebut sebagaian besar berasal dari India, Nepal dan Pakistan tewas pada saat proses pembangunan fasilitas-fasilitas penunjang Piala Dunia yang dilakukan Qatar. Ketua pelaksana Piala Dunia 2022 yakni Hassan Al-Thawadi, menanggapi bahwa ada sekitar 400 sampai 500 pekerja imigran tewas pada saat proses pembangunan. Menurut The Guardian menyebut bahwa isu tewasnya pekerja imigran tersebut diduga ada sekitar 6.500 pekerja. Kesenjangan data yang diperoleh oleh jurnalis The Guardian dengan pernyataan ketua pelaksana tentu memunculkan tanda tanya besar bagi publik.

Pemerintah Qatar seolah mengaburkan berita ini dan menganggap bahwa kematian para buruh merupakan hal biasa karena kesalahan fatal dalam bekerja di proyek pembangunan. Pemerintah Qatar juga seolah “labil” dalam memberi angka kematian para korban. Sehingga banyak asumsi yang muncul di publik, ada yang yang berasumsi bahwa jumlahnya ratusan hingga ribuan pekerja yang tewas.

Hal ini pun diketahui oleh kepala eksekutif Piala Dunia 2022 yaitu Nasser Al-Khater, ia berkomentar bahwa kematian ini adalah bagian alami dari kehidupan setelah adanya laporan kematian salah satu pekerja Piala Dunia 2022. Sontak menyita perhatian banyak masyarakat internasional. Pernyataan yang dikemukakan oleh Al-Khater dikecam oleh banyak pihak. Pasalnya Hak Asasi Manusia (HAM) dalam proyek pembangunan infrastruktur pendukung Piala Dunia 2022 dipertanyakan. FIFA sebagai induk sepak bola dunia dinilai lambat dalam menangani kasus ini. Hingga saat ini belum adanya tanda kejelasan dan tindak lanjut  terkait kematian para pekerja migran tersebut.

Baca juga: Piala Dunia 2022 dan Tamu yang Jumawa

Masyatakat mulai bertanya-tanya terkait sistem kerja yang diberlakukan oleh Pemerintah Qatar pada proyek pembangunan tersebut. Sejak terpilihnya Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022, Qatar sudah lebih dulu mengambil langkah dan mengubah praktik sistem kerja dan ditiadakannya sistem kafala yaitu sistem kerja yang mengikat pekerja dengan majikannya. Qatar juga sudah menetapkan upah minimum bagi para pekerja proyek sekitar 1.000 real atau sekitar 4,2 juta rupiah. Penetapan kebijakan ini menjadikan Qatar sebagai negara pertama di kawasan yang mengadopsi “upah minimum non-diskriminatif”.

Sebenarnya tidak hanya masalah HAM, masyarakat juga mempertanyakan kelanjutan kasus Qatar yang diduga melakukan eksploitasi pekerja selama proses pembangunan berlangsung. Masyarakat internasional mendesak FIFA agar kasus ini segera diusut tuntas dibantu dengan Amnesti Internasional mereka telah mengirim surat kepada Presiden FIFA yaitu Gianni Infantino. Semoga ke depannya akan ada kejelasan mengenai kasus pekerja migran tersebut.

(Editor: Rifki Elindawati)

Radhiza Wilendra Yudhasmara
Mahasiswa Ilmu Komunikasi UMY

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *