Program berkelanjutan lima belas tahunan sedang menjadi titik keseriusan setiap negara guna tetep menjaga, memberantas dan melindungi segala sesuatu yang ada di bumi, program tersebut biasa kita sebut SDGs. Salah satu poin targetnya membahas penciptaan dan ketersediaan lapangan pekerjaan layak dan nyaman bagi siapapun tanpa terkecuali penyandang disabilitas. Bisa dibilang untuk kaum disabilitas sangat sulit diterima karena pengaruh stigma serta mitos yang masih dipegang kuat bagi sebagian besar masyarakat di setiap daerah menjadi penghambat utama.
Mengenal SDGs
Pada tanggal 27 dan 28 September 2015, pemerintah dunia tengah melaksanakan konferensi di markas besar Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), New York, Amerika Serikat. Diikuti oleh perwakilan dari setiap negara peserta dan menjadi titik baru pembangunan global terhadap segala sektor. Pertemuan tersebut melahirkan prinsip yang digunakan yaitu “No one leave behind” mencangkup beberapa aspek mendasar sebagai penyeimbang dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan. Antara lain; 1) People (manusia), 2) Planet (bumi), 3) Prosperity (kemakmuran), 4) Peace (perdaiaman), dan 5) Partnership (kerjasama).
Lima aspek dasar ini agar mudah dikenal dan dihafal maka di singkat menjadi 5P yang menaungi 17 tujuan dan 169 sasaran. Semuanya tidak dapat dipisakan, saling berhubungan, bersinergi, dan terintegrasi satu sama lain guna mencapai kehidupan manusia lebih baik. Dalam pertemuan tersebut pula juga membahas para penyandang disabilitas yang mencapai angka 82 persen di seluruh dunia masih hidup di bawah garis kemiskinan. Di mana sebagian besar berada di negara berkembang. Data tersebut disampaikan ILO, Internasional Lajor Organization, sebagai lembaga ketenagakerjaan internasional.
Data Tenaga Kerja Penyandang Disabilitas di Indonesia
Kementrian ketenagakerjaan menyebutkan pada tahun 2017 penyandang disabilitas yang bekerja dalam sektor tenaga kerja formal mencapai angka 2.851 jiwa atau 2,1 persen di perusahaan yang sudah terdaftar dalam negara. Pada tahun setelanjutnya penyandang disabilitas semakin mengalami peningkatan dalam penerimaannya baik itu dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau swasta. Terdapat 9,91 juta pekerja yang sudah bekerja. Akan tetapi angka tersebut masih tergolong rendah sebab secara keselurahan penyandang disabilitas dalam usia produktif mencapai 20,9 juta jiwa.
Kemudian pemerintah Indonesia mengadakan MoU dengan melakukan masa training dan pembekalan bagi penyandang disabilitas secara khusus guna memberi kesempatan untuk mereka agar bisa berkontribusi walaupun dalam berkebutuhan khusus. Pemberdayaan tenaga kerja melalui beberapa program kewirausahaan sebagai bagian program perluasan kesempatan kerja dengan diberikan secara proporsional, termasuk program-program lainnya untuk memenuhi hak pekerja disabilitas.
Implementas “No one leave behind” di Indonesia
Pada berbagai belahan dunia sudah melakukan upaya untuk melibatkan panyandang disabilitas dalam dunia kerja yang regulasinya diatur masing masing otoritas. Di Indonesia seperti yang kita tau sebagai negara hukum, setiap tingkah laku diatur dalam persetujuan konstituante tertulis berlandaskan UUD 1945 dan Pancasila sebagai asas bernegara. Di mana Undang Undang telah menetapkan pada No 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas pasal 58 ayat 1 dan 2 menjelaskan bahwa penyediaan akses kerja baik itu milik negara (BUMN) atau milik swasta (BUMS), paling tidak 2% karyawan dari total kapasitas keseluruhan karyawan bagi BUMN dan 1% karyawan dari total kapasitas keselurahan karyawan untuk Swasta. Peraturan ini bersifat wajib bagi dua belah pihak.
Pihak Swasta melakukan upaya pembukaan jalan penyediaan akses kerja dengan menggandeng Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Di antaranya dengan mengadakan training untuk pengembangan dari segi ekonomi kreatif dan sosial.
Kendala Pelaksanaan di Indonesia
Segala cara dan teori sudah terancang di setiap negara di dunia. Namun sampai saat ini upaya tersebut masih sangat minim angka partisipasi penyandang disabilitas dalam dunia kerja. Bahkan itu menyeluruh baik di negara maju dan berkembang. Minimya ini partisipasi tersebut disebabkan oleh factor internal dan eksternal yang menjadi penghambat bagi mereka untuk berkembang.
Pada faktor internal sering disebabkan oleh rasa kurang percaya diri dengan kekurangan yang mereka punya sehingga habits tersebut membuat malas untuk menciptakan hal baru. Malas mencari informasi dan mempelajari ilmu pengetahuan padahal itu sangat penting, kurang bersemangat menjalani hidup, dan mungkin kurangnya motivasi serta dorongan untuk tetap bersinergi.
Baca juga: Gaya Hidup Minimalis Bukanlah Hal Baru
Di samping itu, fakor eksternal juga sangat berpengaruh terhadap pola pikir penyadang disabilitas karena konotasi masyarakat berpemikiran konservatif membuat stigma negatif yang didominasi oleh konsep normalitas dan kesempurnaan. Pemerintah juga sering salah kaprah dengan cara pandang terhadap penyadang disabilitas sebagai obyek penerima manfaat suatu program. Padahal hal yang mereka harapkan bukan itu, akan tetapi mereka juga ingin ikut terlibat dalam sebuah proses tersebut. Dari dua hal tersebut juga tidak sedikit para pelaku usaha enggan menerima karena dipandang menjadi penghambat proses porduksi.
Apa yang harus kita lakukan?
Dalam keadaan ini sebagai generasi muda dan terpelajar kita harus lebih bijak mengambil sikap ketika terdapat penyadang disabilitas di lingkungan. Mulailah lakukan hal-hal kecil terlebih dahulu seperti dengan memberi dorongan motivasi secara mental bahwa mereka tidak seburuk yang ada di dalam pikiran mereka sendiri. Mengajarkan serta menceritakan hal baru, membimbing menemukan keahlian dan skill, menumbuhkan dan lebih mengenal jati diri, memberikan fasilitas yang memadai, terlebih lagi menciptakan lingkungan yang nyaman buat mereka.
Ada sebuah perkampungan daerah Surabaya, yakni industri kerajinan yang bisa dibilang sudah menginjak level sedang atau lebih yang pemiliknya seorang penyandang disabilitas. Namanya Kanta Handicraft Surabaya. Berkat kegigihan, kerja keras, inovasi, dan motivasi tinggi, dan didukung oleh lingkungan, maka tidak ada hal yang tidak akan terjadi. Seperti peribahasa arab yang sangat sering kita dengan “man jadda wa jada” artinya siapapun yang bersungguh sunggu pasti akan tercapai yang dituju.
Leave a Reply