Manusia adalah makhluk yang diberi kelebihan akal untuk berpikir. Berbeda dengan makhluk lainnya seperti tumbuhan dan hewan yang hanya memiliki otak tetapi tidak diberi kelebihan akal untuk berpikir. Jadi, tingkah laku atau tindakan hewan serta tumbuhan adalah tindakan yang sudah sistematis, di mana hewan dan tumbuhan bergerak sesuai dengan instingnya.
Tentu sangat berbeda dengan manusia, dimana manusia diberi kelebihan akal untuk bisa berfikir dalam bertindak maupun melakukan semua perilakunya, sebagai manusia yang diberi kelebihan berfikir tentu seharusnya bisa memanfaatkan akal yang dimilikinya dengan maksimal.
Berpikir Kritis, Serta Pandangan Thomas A. Edison terhadap Manusia yang Berpikir
Berpikir kritis tidak selalu tentang kritik. Berpikir kritis merupakan berpikir yang jelas, tepat, sesuai tujuan, dan tertib ada dasar serta argumentasinya tidak sembarangan. Tentu alat utama dalam berpikir kritis adalah logika. Pikiran yang bisa diterima oleh logika dan tidak bertolak belakang.
Seperti kata Thomas A. Edison “hanya 5 persen manusia yang benar-benar berpikir, 10 persen yang merasa sudah berpikir, dan yang 85 persen lebih memilih mati daripada berpikir”. Maksudnya jika manusia dihitung 100 persen maka yang serius berpikir hanya lima persen. Sepuluh persen merasa sudah berpikir padahal belum. Seolah-olah sudah berpikir namun belum mengerti cara berpikir yang benar atau tidak mengerti perbedaan keduanya. Delapan puluh lima persen itu tidak mau capek-capek berpikir, tidak mau susah-susah berpikir.
Hal ini menandakan bahwa dari perkataan Thomas A. Edison tidak semua manusia memanfaatkan kelebihan berpikir dengan benar. Mereka tidak memaksimalkan akal yang diberi untuk memvalidasi suatu hal. Sebagai manusia harusnya tidak menerima informasi seacar mentah.
Berpikir kritis harus bisa memilah informasi yang dibutuhkan, sesuai dan relevan dengan situasi dihadapi. Tujuannya agar informasi tersebut dapat dimanfaatkan untuk memecahkan masalah. Jadi berpikir kritis harus bisa meletakkan informasi dengan tepat dan mengvalidasinya. Sehingga didapat “kebenaran” manusia dalam berpikir.
Skeptis Menurut Rene Descartes
Sebelum menuju ke gagasan Rene Descartes, kita harus tau dan paham terlebih dahulu mengenai, apa sih skeptis itu? Menurut KBBI skeptis adalah rasa kurang percaya, ragu-ragu. Dengan bersikap skeptis kita tidak akan mudah percaya terhadap suatu hal atau informasi yang masuk, bahkan meragukan. Kemudian akan timbuk pertanyaan-pertanyaan untuk menumbuhkan kepercayaan terhadap informasi tersebut.
Nah, untuk bisa berpikir kritis yang “benar” kita sebagai manusia harus bisa bersikap skeptis. Mempertanyakan serta meragukan terhadap segala hal untuk memvalidasi kebenaran. Seperti kata Rene Descartes “Hidup tanpa berfilsafat, sama saja seperti hidup dengan menutup mata”. Maksud Rene Descartes adalah tanpa meragukan dan memepertanyakan semua hal untuk mencari kebenaran maka sama saja seperti kita membiarkan sesuatu yang salah terus berada di dalam pikiran kita tanpa ingin mencari tahu kebenaranya (menutup mata).
Untuk mengetahui kebenaran terhadap informasi yang didapat, kita harus berani mengujinya. Bukan kesalahan informasi yang harus diuji, justru informasi yang kita anggap benar itu perlu diuji kebenaranya. Jika informasi yang kita anggap benar dan diuji maka kita akan paham terhadap kebenaran informasi tersebut. Namun sebaliknya, jika informasi yang dianggap benar dan tidak diuji, maka kita hanya sekedar ikut-ikutan saja tanpa memikirkan dan mempertanyakan kebenaran informasi tersebut.
Ada Empat aturan berpikir menurut Rene Descartes
Yang pertama, jangan percaya apa pun sampai terbukti, jadi terhadap semua informasi yang masuk. Kita sebagai manusia harus meragukan dan menguji informasi tersebut sampai informasi tersebut bisa divalidasi kebenaranya. Seperti dengan mempertanyakan, menguji serta mencari informasi lainnya yang berkaitan dengan informasi tersebut.
Yang kedua, analisis semua masalah dengan memilah semua bagiannya. Kita harus bisa menganalisis hubungan-hubungan informasi yang kita dapatkan. Tujuannya untuk membangun sebuah argumentasi atau pikiran yang kritis terhadap suatu hal. Dan agar tidak asal sembarangan menggabung-gabungkan informasi yang tidak berkaitan.
Yang ketiga, identifikasi semua kemungkinan dari suatu masalah. Untuk berpikir kritis kita harus bisa mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan dari informasi yang telah telah kita dapat. Sehingga dapat mencari informasi yang sesuai, tepat, dan masuk akal.
Yang keempat, selesaikan satu demi per satu variabel dari informasi tersebut. Serta diurutkan bertahap dari informasi yang paling masuk akal sampai tidak masuk akal. Dengan begitu, kita akan bisa menyusun paradigma berpikir kritis dengan benar.
Untuk berpikir kritis yang benar dan tidak berujung dalam sesat pikir, kita sebagai manusia yang diberi akal. Berpikir harus meragukan dan mempertanyakan segalanya telebih dulu. Diperlukan analisis setiap informasi yang didapat, identifikasi atau ukur kemungkinan-kemungkinan kebenaran informasi tersebut. Serta menemukan satu demi satu kelogisan serta validasi informasi, agar tidak menjurus ke logical fallacy (sesat pikir).
Apa itu Logical Fallacy?
Logical fallacy atau cacat pikir merupakan kesalahan dalam menyusun kerangka berlogika yang tepat dalam sebuah argumentasi. Cacat pikir ini terjadi ketika kesimpulan sebuah argumentasi tidak sesuai atau tidak tepat dengan premisnya. Jika kita hanya menerima sebuah informasi tanpa memepertanyakan kebenaran informasi tersebut dan menggabungkan dengan informasi didapat, maka kemungkinan akan menjadi paradigma yang sesat pikir.
Banyak jenis sesat pikir yang beredar di sekitar kita, seperti Hasty Generalization (Overgeneralization) yaitu keadaan pikir ketika seseorang mencoba mengeneralisasi informasi skala kecil ke dalam skala besar. Biasanya terjadi karena sampel yang dimilki hanya sedikit namun simpulan yang diambil seolah-olah berasal dari sampel yang besar.
Baca juga: Barisan Kucing-kucing Air Senayan
Agar terhindar dari situasi logical fallacy yang tentunya merugikan dalam kehidupan sehari-hari, kita harus berpikir kritis. Seperti mempertanyakan kebenaran informasi yang kita dapat secara rasionalis, meragukan informasi yang ada sebelum menyusun paradigma berpikir dengan menggunakan dasar logika untuk menguji kebenarannya.
Sebagai manusia yang diberi akal, kita harusnya bisa menggunakannya untuk berpikir kritis. Jika manusia tidak bisa memanfaatkan akalnya, lantas apa bedanya kita dengan hewan yang sama-sama memiliki otak namun tidak memiliki akal?.
Editor: Rifki Elindawati
Leave a Reply