Komika Bersuara: Komedi Diseriuskan, yang Serius Dikomedikan

Industri komedi sudah sangat lama menjamur di tanah air Indonesia, seiring berkembangnya zaman industri komedi dan bentuk atau genre komedi tanah air kian berkembang pesat menjadi beberapa bentuk. Komedi Indonesia yang awalnya berbentuk ketoprak, comedy grup atau seni teater hingga kini muncul beberapa bentuk seni komedi lainnya seperti hal nya stand up comedy.

Sejarah Stand Up Comedy

Stand up comedy adalah pertunjukan seni komedi yang berbentuk monolog atau komedi tunggal. Dalam beberapa sumber didaptakan bahwa stand up comedy di Indonesia sudah hadir sejak tahun 1950-an. Hanya saja saat itu masih dinamakan komedi tunggal dan format pertunjukannya tidak sama seperti sekarang. Beberapa komedia berjenis komedi tunggal di antaranya seperti Bing Slamet, Iskak, S Bagyo, dan Eddy Sud yang terbilang sebagai pelopor lawak tunggal di Indonesia. Meskipun pada akhirnya mereka mebentuk sebuah grup lawak.

Setelah sekian lama komedi Indonesia berjalan hingga akhirnya pada tahun 1997 muncullah pertunjukan open mic pertama di Indonesia yang dikenalkan oleh Ramon Papana. Beliau adalah orang pertama yang mengenalkan stand up comedy di Indonesia. Dilanjut pada tahun 1998 seorang komedian bernama Iwel Sastra atau biasa disebut Iwelwel menyatakan dirinya sebagai seorang stand up comedian.

Banyak orang menganggap kalau pendiri stand up comedy Indonesia adalah Pandji Pragiwksono, Ernest Prakasa, Raditya Dika, Ryan Adriandhy dan Isman H. Suryaman. Namun ternyata bukan mereka berlima, melainkan dua orang komedian yaitu Ramon Papana dan Iwel Sastra. Pada 2010, Iwel diajak untuk open mic oleh Ramon di sebuah kafe, kemudian diunggah di kanal Youtube. Saat itu lah komika lainnya seperti Pandji, Ernesr, Raditya Dika, Ryan dan Isma untuk bergabung dan ikut open mic bersama Ramon dan Iwel.

Pada akhirnya berkat unggahan YouTube dan ketenaran mereka, tepat pada 13 Juli 2011 terbentuklah sebuah komunitas bernama stand up comedy Indonesia yang saat itu juga bertepatan dibukanya acara kompetisi Stand Up perdana mereka di salah satu stasiun Tv yaitu Kompas Tv. Hingga kini stand up comedy Indonesia terus berkembang hingga muncul acara lainnya di beberapa stasiun seperti di Metro Tv dan Stand Up Comedy Academy (SUCA) di Indosiar.

Ketersinggungan dalam Komedi

Semakin meluapnya pertunjukan stand up comedy, hingga lahirlah komika yang menjadi terkenal dikalangan masyarakat. Diiringi dengan ciri khas masing-masing, setiap komika tersendiri menjadikan mereka mempunyai penggemar. Seperti halnya para manusia yang menjadikan tawa sebagai kebutuhan pokok dalam keseharian mereka.

Menertawakan keresahan dan derita hidup, menjadi salah satu kiat untuk menghadapi masalah dengan lebih luwes. Begitu pula mengenai keresahan masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan negara. Keresahan tersebut dikemas dalam bentuk komedi monolog. Tujuannya tentu sebagai wadah alternatif untuk menyuarakan keresahan-keresahannya.

Akan tetapi terkadang hal itu tidak mudah dilakukan. Alih alih komika menyuarakan, yang ada komika pun ikut dibungkam oleh para kaum elit yang proyeknya kian melejit di atas penderitaan rakyat yang menjerit. Seperti halnya kasus Mamat Alkatiri dilaporkan oleh anggota komisi 1 DPR RI dengan motif  pencemaran nama baik. Kasus Sule, Mang Saswi, dan Budi Dalton yang dipolisikan terkait penistaan agama. Kikiy Ssaputra yang dikecam karena sering me-roasting para petinggi negara, serta beberapa kasus lainnya.

Kasus-kasus itu terjadi karena ada pihak yang tersinggung karena lawakan. Ketika banyak kelompok yang tersinggung perihal subjektif dan personal. Dari situ kita belajar untuk berhati hati dalam menyuarakan sesuatu. Tetapi bagaimana halnya ketika di suatu acara komedi, seorang komedian berbicara tentang keresahannya di depan khalayak. Tujuannya hanya itu menyampaikan perasaan mereka.

Pandji Pragiwaksono dalam sebuah video wawancara Narasi TV mengatakan ketika seorang komedian mengeluarkan candaan kepada dua orang. Namun orang pertama tertawa dan yang kedua tersinggung. Maka dari analogi itu dapat kita artikan bahwa ketersinggungan itu bukan ada pada kendali si komedian, melainkan murni dari persepsi orang tersebut. Anehnya, sekarang ini malah banyak komedian yang disalahkan atas ketersinggungan tersebut.

Baca juga: Pergeseran Budaya Mahasiswa Rantau di Kota Besar dengan Dalih Adaptasi

Saat ini dalam kacamata rakyat sering kali terbalik antara sebuah acara candaan yang berujung diseriuskan dengan acara serius yang dibercandakan. Jika kita melihat dan mengaitkan beberapa kasus mengenai sosial politik dan hukum yang ada di tanah air ini. Hakikatnya untuk menjadikan bangsa yang teratur dan sejahtera.

Namun realita berbicara lain, kini kasus-kasus hukum yang terjadi di Indonesia masih terbilang tidak sesuai pasal yang tertera secara undang–undang. Memang tidak semua, tetapi ada hingga akhirnya netizen dan masyarakat sosial media bangsa menjadikannya sebuah keresahan yang berujung menjadi sebuah komedi. Menertawakan kebijakan-kebijakan yang tidak sesuai dengan hakikat standar hukum yang tertera.

Kesimpulan

Membahas aturan negara dan komedi adalah dua hal yang berbeda dan kontras. Tapi saat ini dapat dipersatukan dengan sebuah kejenakaan yang hadir dalam bentu stand up comedy. Mungkin kasus-kasus di Indonesia tidak akan ada habisnya, jadi apa salahnya menertawakan? Karena pada haikatnya kita hanya sedang menertawakan keadaannya bukan penguasanya.

Fadhlan Hafiyyan Muhammad
Mahasiswa Ilmu Komunikasi UMY, lahir di Kota Bandung. Saya merupakan penyuka tulisan, fotografi, dan eskrim.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *