Skandal Burning Sun kali pertama mencuat di tahun 2019 silam, namun beberapa hari ini kembali ramai diperbincangkan sejak BBC mengeluarkan video dokumenter tentang Burning Sun yang berdurasi satu jam di YouTube. Burning Sun itu sendiri adalah nama salah satu klub malam di Gangnam, Korea Selatan, yang cukup besar dan bergengsi, di mana pemiliknya ialah Seungri (mantan personil BIGBANG). Dari Burning Sun itulah terungkap rantai skandal bisnis prostitusi, penyeludupan narkotika, kejahatan seksual, dan penyuapan pada aparat yang membawa sederet nama-nama artis K-Pop lainnya sebagai pelaku.
Fanatisme dalam Mengidolakan Seseorang
Hal pertama yang perlu kita soroti dari skandal ini adalah perilaku para fans yang sangat fanatik hingga lupa bahwa di dunia ini mempunyai aturan, etika, dan moral yang harus selalu dijaga. Para fans ini seolah menganggap idolanya tanpa dosa dan salah. Terbukti dari kesaksian reporter di video dokumenter BBC terkait Burning Sun, bahwa mereka menerima banyak ujaran kebencian, sumpah serapah, black mail, dan hal tidak mengenakkan lainnya dari para fans idol k-pop yang menjadi tersangka. Para fans ini menganggap wajar manusia melakukan kesalahan, dan berhak mendapat kesempatan kedua. Namun, sejauh mana batas wajar kesalahan manusia dan kapan kesempatan kedua itu diberikan?
Semua pelaku yang terlibat dalam skandal Burning Sun dijerat hukuman penjara dalam waktu yang terbilang sangat singkat. Sehingga wajar saja jika banyak masyarakat yang mempertanyakan letak jera bagi pelaku. Pasalnya, belum lama ini diketahui, pelaku kembali membuka klub malam, di mana sebelumnya dari klub malamlah skandal Burning Sun muncul.
Klub Malam yang Diwajarkan
Jika kita tarik garis merah, skandal ini berawal dari tabu yang semakin hari semakin diwajarkan. Misal, kehadiran klub malam yang sesungguhnya adalah tabu karena mengandung banyak sekali mudarat, mulai dari minum-minuman keras hingga perilaku tidak senonoh di dalamnya. Bahkan tidak sedikit orang menganggap bahwa skandal Burning Sun adalah hal biasa, karena menurutnya begitulah ‘dunia malam’ yang penuh dengan segala risiko. “Wajar, namanya juga klub malam. Yaa, emang begitu resikonya.” Yang mengatakan hal ini, entah mereka hilang empatinya atau bagaimana, sampai melupakan bahwa selain mereka yang merasa sudah wajar dengan klub malam itu, ada juga orang lain di sekitar mereka yang kena imbasnya.
Namun begitulah. Ketika seseorang mewajarkan hal yang tidak wajar. Mereka akan hilang kendali dan merasa bebas hidupnya tanpa aturan yang mengikat. Padahal dunia ini dipenuhi aturan agar segala hal berjalan dengan aman dan tertib. Bayangkan jika aturan itu dibebaskan, maka setiap orang akan berlaku sesuka hatinya, sekalipun dirinya sendiri dan sekitarnya terdzolimi. Bahkan, akibat tabu yang diwajarkan ini, tidak sedikit mereka yang tinggal di ibukota merasa sungkan dan dianggap cupu serta konservatif kalau menolak diajak minum-minuman keras dan ke klub malam.
Pengingat Sebagai Muslim dan Muslimah
Perkembangan zaman telah berhasil mendegradasi aturan, etika, dan moral. Padahal sebagai umat dunia, ada banyak sekali pondasi dan prinsip yang sejatinya melekat pada diri setiap insan. Misal, umat Islam yang memiliki Al-Quran dan Hadist sebagai pedoman. Perilaku mengidolakan suatu hal atau seseorang secara ugal-ugalan sudah termaktub dalam QS At-Taubah ayat 24, yang artinya:
“Katakanlah: jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, keluargamu, harta kekayaann yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiaannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusaan. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.”
Artinya, Allah tidak melarang kita menyuaki suatu hal atau orang lain, namun ada batasnya. Karena apapun itu ketika sudah melampaui batas dan berlebih-lebihan, yang baik menjadi buruk, yang bermanfaat jadi merugi, yang berguna jadi berbahaya.
Pada akhirnya, Skandal Burning Sun menjadi cambukan bagi kita semua untuk tidak bertindak melampaui batas, tidak mewajarkan yang tidak wajar, dan pengingat bahwa empati akan hilang ketika etika dan moral ditambrak.
Leave a Reply