Budaya Bullying yang Mengakar di Masyarakat Indonesia dan Bahayanya

Umur tidak dapat menjadi tolak ukur kedewasaan seseorang. Buktinya, masih banyak orang yang sudah masuk kategori umur dewasa tetapi masih memiliki pola pikir yang sempit. Seperti melakukan bullying atau dalam KBBI dikenal dengan isilah perundungan. Perilaku bullying menjadi budaya yang mengakar di masyarakat kita sejak jaman dulu hingga sekarang.

Bullying Seolah Lumrah

Bullying atau perudungan adalah tindakan agresif yang dilakukan secara berulang-ulang oleh seseorang yang merasa lebih dominan, baik secara fisik maupun mental dari seseorang. Hal ini didukung definisi dari Sejiwa yang mengartikan bullying sebagai tindakan yang menggunakan kekerasan untuk melukai seseorang atau banyak orang baik secara verbal, fisik maupun psikis, yang di mana akan membuat korban tertekan, sampai bisa menjadi trauma.

Kasus bullying sering kali dilakukan oleh anak-anak usia remaja. Padahal di usia remaja adalah usia yang menentukan kualitas dan harapan orang dewasa untuk sehat secara fisik, mental, sosial dan emosional. Di tingkat sekolah, kejadian yang sering terjadi dan dapat mempengaruhi kesehatan mental adalah bullying. Pelaku bully atau perundung pun bisa terdiri dari berbagai kalangan. Tidak menutup kemungkinan orang dewasa juga bisa menjadi pelaku.

Studi Kasus Bullying

Dari studi yang dilakukan oleh Naul pada tahun 2016, ditemukan bahwa 50,6% menunjukkan perilaku pembullyan tingkat tinggi di antara 176 remaja yang diteliti, mereka berusia 15-17 tahun dari berbagai sekolah di Pekanbaru. Juwita melakukan penelitian tentang bullying di Indonesia pada tahun 2012. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa, di Yogyakarta memiliki insiden bullying tertinggi dibandingkan Jakarta dan Surabaya. Serta 70,65% kasus bullying terjadi di lingkungan sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah akhir (SMA) di Yogyakarta.

Kasus bullying ini tidak terjadi di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Akhir (SMA) saja. Kasus bullying juga kerap terjadi di sekolah dasar (SD). Pelaku bully sering kali mengolok-olok teman sekelasnya sedemikian rupa sehingga korban ingin meninggalkan sekolah, menjauh dari pergaulan, sering melamun (depresi), menyakiti diri sendiri, bahkan sampai mengakhiri hidup. Dari studi kasus Nauli 2017 mendukung hal ini, tulisannya memiliki kesimpulan bahwa pada tanggal 15 Juli 2005, seorang siswa Sekolah Dasar (SD) yang berusia 13 tahun sampai bunuh diri karena merasa malu dan frustrasi karena diganggu.

Ancamana Bullying

Budaya bullying ini dapat mengancam setiap pihak yang terlibat, baik seseorang yang di-bully (korban), pem-bully (pelaku), orang-orang yang menjadi saksi, bahkan pihak sekolah bisa jadi pemicu dengan adanya isu bullying. Kesehatan fisik maupun mental seseorang dapat terpengaruh secara buruk dari adanya fenomena bullying ini. Kasus bullying dapat berpengaruh fatal terhadap seseorang. Seperti kasus bullying yang terjadi akhir-akhir ini,

Kasus pembully-an yang dialami oleh seorang anak berinisial FH berusia 11 tahun di Singaparna, Tasikmalaya, Jawa Barat. Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), kasus tersebut digolongkan menjadi kasus yang berat dan kompleks. Korban (FH) mengalami kekerasan secara fisik, seksual, dan psikologis. Kasus yang tersebar lewat video WhatsApp tersebut memperlihatkan korban yang melakukan hubungan badan dengan kucing. Di video tersebut juga terdengar suara tawa dari pada pelaku. Korban yang akhirnya meninggal dunia karena mengalami depresi dan komplikasi penurunan kesehatan fisik akibat depresi.

Baca juga: Pergeseran Budaya Mahasiswa Rantau di Kota Besar dengan Dalih Adaptasi

Dari kasus-kasus bullying tersebut dapat diambil pelajaran  bahwa bullying atau perundungan ini adalah potret nyata kehidupan masyarakat yang mengalami kegagalan untuk mendapatkan suatu kepercayaan diri. Di seluruh negara di dunia terjadi kasus bullying, sebagian besar pelaku maupun korbannya didominasi anak-anak dan remaja yang masih mencari jati diri. Pengawasan orang dewasa dalam setiap perkembangan anak juga diperlukan agar mencegah terjadi kasus bullying lainnya.  Serta harus disadari,  kita pun harus terus berhati-hati dalam bertindak maupun berkata-kata.

Editor: Rifki Elindawati

Nada Nisrina
Mahasiswa Ilmu Komunikasi UMY

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *