Akhir-akhir ini negeriku digemparkan, bukan karena bencana, bukan juga karena terjajah. Namun, hanya dengan ulah para kucing-kucing air Senayan yang lucu nan sungguh menggemaskan. Tingkahnya pun begitu aneh, sampai-sampai orang di sekitarnya menjadi terheran-heran. Entah kenapa demikian. Terkadang berlari ke sini, melompat ke sana, mengeong kepada penumpang namun melonglong kepada majikan demi mendapatkan ikan asin yang ia sukai.
Negeriku yang indah dikenal sebagai negeri gemah ripah loh jinawi harus terenggut martabatnya dari kelucuan kucing-kucing air Senayan. Tingkah mereka begitu lucu namun menipu. Ada hasrat dari kelucuan untuk mencakar semua apa yang ada di hadapannya. Tak peduli itu dewa-dewi kayangan bahkan Tuhan. Tak kenal mana kawan mana lawan, yang ada hanyalah unsur kepentingan.
Padahal awalnya para kucing-kucing ini untuk masuk ke barisan Senayan sudi mengelus-ngelus kaki para majikan agar mendapatkan kepercayaan. Namun, sekarang mereka telah lupa. Kepada siapa sesungguhnya mereka wajib patuh, wahai kucing-kucing air yang menggerogoti negeriku, kembalilah ke majikanmu. Jangan pernah lupakan mereka yang telah menjagamu, merawatmu hingga dikau dapat mengeong di bangku-bangku empukmu. Jangan karena kelucuanmu lalu dapat semena-mena terhadap majikanmu
Inilah realita para kucing-kucing air di Senayan. Ditendang tak tega, disayang ia menghasilkan duka. Tingkahnya sungguh kelabu. Dengan dalih menyelamatkan namun sejatinya menghancurkan. Menyamaratakan paras seolah-olah sejiwa dan seraga. Padahal sikap menikam selalu siap siaga. Hidup bagi mereka hanyalah semu. Teriak tindak tegas namun selalu membuat cemas, alih-alih membela namun selalu berdalih.
Kucing-kucing air itu selalu membuat negeriku menangis, menangis tiada hentinya. Cucuran tangisan berlinang atas sebuah pengharapan yang jatuh tanpa sebuah kejelasan. Oh, teganya. Sesungguhnya mereka merupakan aspirasi dari majikannya. Mereka adalah perwakilan dari semangat atas perasaan yang berharap akan perbaikan masa depan untuk negerinya, negeriku tercinta.
Inilah kelucuan dari kucing-kucing air yang kucinta. Uang jajan yang diberikan dari hasil peluh majikan-majikannya seperti buruh, petani, nelayan, dan majikan yang lain, rela mereka selewengkan dengan lapang dada tanpa menggunakan perasaan khawatir. Bak film komedi dengan candaan membunuh lalu mereka pun tertawa-tawa. Padahal ada amanah besar yang telah diembankan di pundak-pundak mereka.
Dengan kemewahannya, sambil menggosok perut-perut mereka yang ntah kenapa semakin membesar dan duduk di kursi sofa amanah perjuangan majikannya. Oh, malangnya negeriku yang selalu digerogoti dengan tamak dan angkuhnya para kucing-kucing air. Terkadang mengatakan A lalu B tiba-tiba C. Begitulah mereka dengan bualan racun-racun yang membuat siapa saja tersanjung dan tergugah.
Sangat geli mendengarnya, ketika siulan mereka telah beraksi dan menghasilkan lelucon. Hingga lelucon ini menimbulkan kegaduhan dan kebobrokan. Sampai-sampai mengganggu tidur lelap dan mimpi indahku. Ingin rasanya kugaruk dengan lembut dan kubelai dengan mesra agar mereka segera terbangun. Marilah kita menangis sejenak akan kelucuan ini. Ah, tak sampai hati kumerasakannya.
Kini majikan-majikanmu kembali memanggilmu. Teriakan yang lantang, namun tetap dengan kasih sayang menyebar hingga pelosok negeriku. Sebagai bukti cinta mereka yang telah menjagamu. Itulah bentuk kepedulian majikanmu yang tak pernah sirna. Terkadang majikan-majikanmu rindu akan sapaanmu yang khas pada waktu itu, sebelum duduk di barisan kucing-kucing Senayan.
Kembalilah ke rumahmu wahai kucing-kucing yang lucu, ada yang rindu. Ingatlah bahwa engkau adalah pelayan majikanmu, bukan para penumpang-penumpang itu. Mengeluslah kembali kepada majikanmu, dengarlah majikan-majikanmu dengan penuh kehangatan dan kelembutan, walaupun engkau berdasi tetapi majikanmu tidak. Biarlah tak mengapa meski kucing yang kukenal dulu kini tergadaikan. Biarkan kami menyayangimu dengan cara-cara kami. Tak usah engkau risau, ini bentuk cinta kami.
Membagikan gelora semangat kami kepadamu di panggung-panggung perjuangan. Bersatu dengan tangan kepal kami yang tak akan pernah jatuh, walau keringat akan mengalir bahkan darah bercucuran. Hingga kucing-kucing kami yang dulunya lucu kembali kepada majikannya dan sadar kepada siapa ia harus mengabdi.
Yogyakarta, 30 September 2019
Leave a Reply