Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) menjadi perbincangan hangat akhir-akhir ini, KDRT menjadi isu kekerasan yang banyak terjadi dikalangan masyarakat indonesia. Sebagai contoh kasus KDRT yang sempat menggegerkan banyak pihak yaitu kasus Lesti Kejora dan Rizky Billar. Kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan Rizky Billar berawal dari terungkapnya perselingkuhan yang dilakukan Billar hingga menyebabkan Billar emosi berani melakukan tindak kekerasan seperti menampar, membanting dan yang lebih parah, Lesti Kejora pernah dilempar bola biliyard namun tidak kena. Akibat tindakan yang dilakukan Billar tersebur membuat Lesti mengalami banyak luka dan memar.
Selain itu, kasus kekerasan dalam rumah tangga juga terjadi di Kabupaten Musi, Kecamatan Muara Beliti. Suami nekat bacok istrinya sebanyak 12 kali hingga tewas. Akibat dari api cemburu yang tidak mau ditinggalkan sang istri. Bermula dari R (33), yang mencegah istrinya Z (29) untuk pergi meninggalkan rumah dengan cara mengunci pintu. Pertengkaran pun terjadi, korban berhasil merebut kunci pintu yang membuat emosi R (33) meledak, lalu pelaku pergi ke dapur untuk mengambil pisau dan secara langsung menusuk korban pada bagian punggung sebanyak 6 kali, tidak sampai di situ, pelaku juga menyayat leher korban dan dada korban.
Menurut CATAHU (Catatan Tahunan) Komnas perempuan 2022, selama jangka waktu 10 tahun terakhir catatan kasus kekerasan perempuan (2012-2021), tahun 2021 tercatat sebagai tahun dengan kasus Kekerasan Berbasis Gender (KBG) tertinggi. Jumlah ini meningkat 50% dibandingkan pada tahun 2020 dengan jumlah kasus sebanyak 338.496 kasus. Angka ini jauh lebih tinggi dari angka KBG sebelum masa pandemi di tahun 2019.
Dari data CATAHU selama lima tahun terkahir mencatat bahwa bentuk kekerasan yang dialami perempuan tidak jauh berbeda, yaitu sebesar 13% kekerasan ekonomi, 18% kekerasan fisik, sebanyak 33% kekerasan seksual, dan yang terakhir sebanyak 36% kasus untuk kekerasan psikis. Data yang dicatat berdasarkan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mencatat hingga oktober 2022 ada 18.261 kasus KDRT di Indonesia, sekitar 16.745 merupakan korban perempuan sedangkan laki-laki sekitar 2.948 korban. Dengan angka yang tidak setara ini menimbulkan banyak pertanyaan kenapa perempuan lebih sering menjadi korban KDRT?
KDRT dan Alasan Perempuan Lebih Sering Menjadi Korban
Kekerasan dalam rumah tangga merupakan kekerasan yang terjadi diranah personal. Kekerasan ini dilakukan terhadap suami ke istri maupun sebaliknya, ayah ke anak, kakek terhadap cucu dan hal lain yang serupa, perbuatan ini bisa berbentuk ancaman, pelecehan, intimidasi, kekerasan dan juga pelanggaran hak atau kemerdekaan. Di Indonesia, kekerasan dalam rumah tangga lebih sering dialami oleh perempuan, adanya struktur sosial, budaya patriarki dan interpretasi agama yang bias, yang menyebabkan ketimpangan atau ketidak seimbangan bagi perempuan.
Laki-laki dalam sudut pandang patriarki ini sering dibiasakan sebagai penentu kehidupan keluarga yang mana menciptakan gender perempuan merupakan pihak yang tidak diberi kesempatan untuk mengatur, melainkan diatur. Selain itu, masyarakat yang sedari kecil membiasakan atau mengkultural laki-laki untuk memanfaatkan kekuatan fisik, menggunakkan senjata, berkelahi, perilaku ini yang memunculkan pemikiran bahwa laki-laki bisa menggunakkan kekuatannya semena mena untuk mendominasi perempuan. Perempuan juga sering dianggap lemah dan kurang bisa mandiri, perbedaan struktur relasi gender inilah yang membuat perempuan sering menjadi korban dalam hubungan rumah tangga.
Dampak KDRT Pada Perempuan
Kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya berdampak pada fisik tetapi juga berdampak pada psikis. Perilaku kekerasan dalam rumah tangga yang sering terjadi seperti, memukul, menyudutkan, menendang, membanting, mencekik dan bahkan yang lebih parah adalah percobaan pembunuhan. Akibat dari yang ditimbulkan dari kekerasan dalam rumah tangga berupa kekerasan fisik ini adalah pingsan, memar luka, lumpuh, bahkan yang terparah adalah kematian bagi korban.
Baca juga: Melawan FOPO Lewat Self-Awareness
Sedangkan tanda-tanda kekerasan dalam rumah tangga berupa psikis adalah kehilangan kepercayaan diri, malu, tidak berdaya dan kehilangan harga diri. Akibat yang ditimbulkan dari kekerasan dalam rumah tangga berupa psikis adalah sebagai depresi, gangguan mental, skizofrenia, gangguan stress pasca trauma, hingga yang terparah adalah upaya untuk bunuh diri.
Upaya Menghindari KDRT
Menyikapi tingginya kasus kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di Indonesia, KemenPPPA menargetkan edukasi untuk mencegah tindak kekerasan yang nantinya akan berujung pada perceraian kepada pasangan-pasangan yang ingin mempersiapkan pernikahan atau pra nikah. Adapun beberapa faktor yang dapat dilakukan untuk menghambat terjadinya tindak kekerasan dalam rumah tangga adalah keterbukaan dan saling percaya, pasangan suami istri harus saling percaya dan terbuka satu sama lain dan jangan menyembunyikan apapun, saling memahami kedudukan satu sama lain agar keharmonisan dalam rumah tangga terwujud dengan baik.
Komunikasikan segala masalah dengan kepala dingin. Oleh karena itu, kita harus mengembangkan sikap cinta dan kasih sayang dalam berumah tangga bagaimana pun rumah harus menjadi tempat untuk kehangatan, kedamaian, ketenangan, perlindungan dan juga kebahagiaan bagi seluruh anggota keluarga.
Leave a Reply