Achan, Merawat Dogeng Rakyat lewat Bahasa Isyarat

Lelaki dengan topeng kelinci di kepalanya itu begitu bersemangat memeragakan narasi cerita, tanpa dialog. Lelaki itu mendongeng tidak memakai lisannya, tetapi menggunakan bahasa isyarat. Audiens utamanya adalah para penyandang tuna rungu.

Kala itu, dia sedang membawakan dogeng yang berjudul Aku Pasti Bisa. Kisah tentang seekor anak kelinci yang berjuang mencari wortel ajaib. Pendogeng ini sangat atraktif. Dia tidak hanya berdiam di tempat kala mendongeng dengan gerakan kedua tangannya. Akan tetapi dia bergerak ke sana kemari dan mengeluarkan gestur sesuai dengan alur kisah dongeng kepada belasan khalayak yang menyimak.

Achan saat sedang berdongeng. (Foto: Dokumentasi Komunitas Tuli Mendongeng)
Achan saat sedang berdongeng. (Foto: Dokumentasi Komunitas Tuli Mendongeng)

Adalah Muhammad Hassanudin (28) atau biasa disapa Achan adalah seorang penyandang tuna rungu sejak usia lima tahun, lahir dan besar di Kota Malang. Saat ini dia bekerja di Badan Perencanaan dan Pembangunan Kabupaten Malang. Di samping itu, dia juga menjadi seorang  pendongeng dan pelatih bahasa isyarat di Kota Malang. Dia ditinggal ibunya meninggal saat usia 4 tahun.

Meskipun sejak belia tanpa kasih sayang seorang ibu, dia terus memotivasi dirinya dengan cara belajar dan membaca, sebagai pelipur lara. Achan sejak kecil hingga dewasa diasuh oleh mendiang ayahnya yang wafat pada 2021 lalu.

“Biar tidak sedih, saya mencari hiburan dengan membaca dan belajar untuk memotivasi diri,” ungkapnya. Sejak duduk di bangku SD hingga kuliah. Achan adalah pribadi yang berprestasi. Dia pernah memenangkan lomba catur, lomba matematika sampai lomba pantomim.

Kini Achan mendedikasikan dirinya untuk menjadi pendongeng bagi teman-teman difabel lainnya untuk bisa merasakan hal yang setara. Achan berusaha melestarikan tradisi bertutur yang kini sudah mulai menghilang di tengah modernisasi zaman. Di tengah keterbatasan dirinya, dia tetap bersemangat untuk bisa menjadi inspirasi dan berbagi hal baik bagi teman-teman difabel maupun non difabel.

Mendongeng adalah cara Achan untuk terus melestarikan tradisi lisan dengan membawakan cerita-cerita rakyat dengan bahasa isyarat. Keseharian Achan, setiap harinya dia bangun pada pukul 04.30 pagi, kemudian melaksanakan salat subuh. “Setelah itu, saya akan berlatih secara pribadi bahasa Jepang dan Korea hingga pukul 05.30 pagi,” ujar Achan menggunakan bahasa isyarat.

Lalu berikutnya Achan bersiap-siap untuk berangkat kerja pada pukul 06.00 pagi. Saat sudah siap untuk berangkat kerja, Achan memesan ojek online untuk menuju ke area Alun-Alun Kota Malang tepatnya di Kantor Badan Kepegawaian. Dari situ kemudian Achan menaiki mobil dinas menuju kantornya di Kantor Bappeda Kabupaten Malang.  Transportasi online memudahkan penyandang disabilitas untuk mengakses moda transportasi.

Achan di Bappeda Kabupaten Malang berstatus sebagai pegawai kontrak di bagian ekonomi, di samping itu dia juga menjadi admin media sosial bagian ekonomi Bappeda Kabupaten Malang. Setelah pulang kerja, pada sore hari dia lalu pulang ke rumah. Aktivitas di rumah setelah pulang kerja dia membantu kakak kandungnya  bersih-bersih rumah. Di rumahnya, dia tinggal bersama kakak kandungnya seorang perempuan yang juga menyandang tuna rungu, bersama suaminya penyandang tuna rungu pula.

Pada malam hari, Achan melatih bahasa isyarat kepada kakak kandung dan kakak iparnya, Achan juga mengajarkan bagaimana caranya mengoperasikan laptop, seperti kegiatan mengetik. Selain bekerja di Bappeda Kabupaten Malang itu. Aktivitas lain dari Achan adalah aktif di komunitas Tuli Mendongeng Kota Malang sejak tahun 2019.

Baca juga: Stop Book Shaming: Bagimu Bukumu, Bagiku Bukuku

Di komunitas tersebut Achan menjadi pendongeng menggunakan bahasa isyarat, dia memang secara pembawaan adalah sosok yang ekspresif dan ceria sehingga sangat pandai membawakan dongeng. “Kalau saya tampil orang senang. Karena saya ceria dan ekspresif,” terang Achan yang juga alumni Program Studi Pariwisata Universitas Brawijaya itu. Audiens dari tuli mendongeng adalah penyandang tuna rungu dan non difabel (orang dengar). Pementasan tuli mendongeng ada yang secara tatap muka, ada pula yang disiarkan secara daring melalui zoom meeting.

“Saya senang sekali membawakan cerita dongeng tentang kisah-kisah rakyat daerah yang ada di Indonesia,” kata Achan. Tujuan dari pria yang hobi membaca dan berenang ini untuk tetap melestarikan cerita rakyat dan memperkenalkan kekayaan dan keberagaman budaya yang ada di Indonesia agar tak lekang oleh zaman.

Menjadi pendongeng adalah cara Achan untuk terus bisa melestarikan budaya tutur (dongeng) yang saat ini sudah sangat jarang dilakukan pada umumnya dan khususnya bagi teman-teman tuna rungu atau difabel lainnya. Achan terus bersuara melalui cerita dongeng, baik secara online maupun offline agar teman-teman disabilitas bisa mendapatkan kebahagaiaan yang sama seperti teman-teman non difabel. Meskipun berada di jalan senyap.

Fathi Djunaedy
Orang Ternate

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *